Selasa, 29 November 2016


PERAN KERAJAAN ARU DALAM PERANG PADRI DI TAPANULI



PROPOSAL PENELITIAN














OLEH:

LAWRANCE CLIFTON CIPTA PRAMASWARA

X IPS 2

18













DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SIDOARJO

SMA NEGERI 1 SIDOARJO

2016







A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Kerajaan  Aru  merupakan  sebuah  kerajaan  yang  pernah  berdiri  di  wilayah  pantai timur Sumatra Utara sekarang. Kerajaan yang kerap di panggil Kerajaan Haru ini disebutkan dalam Pararaton (1336) dalam teks Jawa Pertengahan (terkenal dengan Sumpah Palapa). Sebaliknya tidak tercatat lagi dalam Kakawin Nagarakretagama sebagai negara bawahan sebagaimana tertulis dalam pupuh 13 paragraf 1 dan 2.

Sementara itu dalam Suma Oriental disebutkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang kuat Penguasa Terbesar di Sumatra yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing.[1]

Dalam laporannya, Tome Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal kapal laut Kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Malaka pada masa itu.

Dalam Sulalatus Salatin Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai. Peninggalan arkeologi yang dihubungkan dengan Kerajaan Haru telah ditemukan di Kota Cina dan Kota Rantang.

Lokasi tepatnya dari pusat Kerajaan Haru menjadi perdebatan pada saat itu. Winstedt meletakkan di wilayah Deli yang berdiri kemudian, namun ada pula yang berpendapat bahwa Haru berpusat di muara Sungai Baramun (Padang Lawas) dan Gilles menyatakan di dekat Delawan. Sementara itu ada juga yang menyatakan lokasi Kerjaan Aru berada di muara Sungai Wampu (Teluk Haru atau Langkat).

Sebelum ada kontak antara orang Batak dengan orang Aceh dan orang Jawa dari Majapahit, Kerajaan Aru itu tidak dikenal oleh dunia luar. Majapahit yang pada saat itu dipimpin oleh Patih Gajah Mada pun melebarkan sayapnya ke tanah seberang. Lakon Wayang yang berujudul Bugisan dapat menjadi gambaran masuknya Majapahit ke Sulawesi Selatan. Hal serupa tidak kita jumpai mengenai penetrasi negara itu ke wilayah orang Batak yang hidup dalam naungan dinasti Tuan Sori Mangaraja di kerajaan Aru atau Haru pada abad ke-14. Pada waktu itu sebagian penduduknya sudah memeluk agama Islam dan yang sebagian lagi masih memeluk agama bahari. Pada tahun 1365 tentara ekspedisi Majapahit mengalahkan kerajaan Aru tetapi tidak menghancur-lenyapkannya.

Pada saat itu bangkitlah Kesultanan Aceh yang mula-mula menaklukkan tanah Gayo dan Alas, kemudian Pasai, terus ke Aru. Pada abad 16 dan 17 Kesultanan Aceh berkuasa, baik di bagian timur, maupun bagian barat Pulau Sumatra, dari utara sampai mendekati Bengkulu sekarang. Sultan Aceh yang terkemuka ialah Sultan Iskandar Muda. Raja-raja di daerah-daerah yang dikuasai harus membayar upeti kepada Sri Sultan Aceh.

Sebagai pengganti Aru lahirlah kerajaan baru dalam pertempuran dinasti Tuan Singa Mangaraja (ke-I) pada tahun 1511 di Bakara di tepi Danau Toba (Bokhara, suatu tempat di Asia Tengah yang dikuasai oleh Kaisar China. Menurut Dr. Van Dijk itulah tempat asal leluhur orang Batak). Sekalipun berpengaruh di tanah Karo, simalungun, dan sebagian Tapanuli Utara tetapi tidak nampak benar kekuasaannya di bidang politik, karena tiap marga praktis berdaulat. Patut disebutkan : Singa Mangaraja ke-I pada abad ke-16 berperang melawan Sultan Aceh. Yang ke-X melawan orang Padri dari bontang kolonialisme Belanda sampai gugur. Pengikutnya yang sempat lari, terus melawan dalam kelompok dibawah tanah yang bernama Parhudamdam, tetapi ditumpas habis habisan oleh penjajah. Salah seorang panglimanya bernama Raja Mulia Naipospos, yang terus setia pada ajaran agama lama sebagai “Parmalim”. Pengikutnya dibiarkan saja oleh Belanda sampai habis lenyap pengaruhnya, ditelan era modernisasi. Ketika dikalangan Bangsa Batak merajalela pertikaian antar huta dan antar marga,maka dikalangan bangsa Minangkabau pun semula tidak ada persatuan. Diantara kerajaan yang menonjol ialah Pagaruyung yang diperintah Raja Adityawarman dengan pengaruh dan kerja sama dengan Majapahit. Suasananya menjadi hangat mendidih dengan kembalinya 3 orang haji dari tanah suci, tanah arab. Yang dimana mereka bertiga hendak menegakkan ke-Islam-an yang semurni murninya secara keras dan cepat menurut aliran Wahabi. Pemimpinnya  Syarief, kemudian bergelar Tuanku Imam Bonjol, karna bentengnya didirikan di kota Bonjol. Pembaruan fanatik itu tidak bisa di terima oleh semua orang Minang. Yang pro dan kontra tidak bisa disatukan. Dalam pertikaian antar saudara itu, penjajah Belanda memancing dan berhasil. Perang Padri (dari nama kota Pedir) berakhir tahun 1837 dengan penyerahan dari Imam Bonjol. Resminya pada tahun 1838, setelah Belanda berhasil menguasai seluruh tanah Minangkabau. Dengan pangkat Gubernur, pemegang kuasa Belanda, bertahta di Padang.



































B.     BATASAN MASALAH

Pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah peranan Kerajaan

Aru terhadap terjadinya perang Padri.

            Mengenai asal muasal terjadinya perang Padri di Tapanuli yang berhubungan dengan adanya kerajaan Aru.

            Batasan temporal secara aklamasi adalah kondisi pada saat perang itu terjadi sangat seram dan sangat menegangkan dan menakutkan, sedangkan batasan spasial dalam proposal ini difokuskan kepada peran kerajaan Aru dalam perang Padri.



C.    RUMUSAN MASALAH

Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, penulis merumuskan

Permasalahan masalah berikut:

1.      Bagimana peranan kerjaan Aru dalam peperangan Padri pada masa itu?



D.    TUJUAN PENELITIAN



Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :



1.      Peranan kerajaan Aru dalam perang padri pada masa itu.





E.     MANFAAT PENELITIAN

Sesuai  dengan  tujuan  dari  penelitian  diharapkan  penelitian  ini  dapat menambah  wawasan  pembaca  dengan  mengetahui  informasi-informasi  yang  terkandung  di  dalamnya,  selain  itu  juga  mengharagai  jasa  pahlawan  yang  telah  gugur  mendahului kita,  dengan  mengenang  usaha  nya  dalam  mempertahankan  keutuhan  Indonesia,  khususnya  di  wilayah  Tapanuli.



F.     KAJIAN PUSTAKA

Buku   pertama  yang  menjadi  kajian  pustaka  sebagai  pendukung  dalam

Penelitian  ini  adalah  Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak.  Dalam   buku    ini   peneliti   dapat   memperoleh   informasi-informasi   seperti   tuduhan   dari  pihak  sekutu  kepada  bangsa  Indonesia.  Buku  ini  dapat  digunakan  sebagai  acuan  dalam   penulisan   perjuangan  rakyat  Indonesia  khususnya  di  daerah  Tapanuli tentang Peran Kerajaan Aru Dalam Perang Padri. Sedangkan  untuk  mendapatkan  informamsi-informasi  lainnya  peneliti  menggunakan  buku  yang  berjudul  Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak.



G.    METODE PENELITIAN

1.      Heuristik

Heuristik  adalah  kegiatan  pencarian  dan  pengumpulan  sumber.  Pencarian  dan  pengumpulan  sumber  ini  merupakan  tahapan  awal  bagi  penulis  untuk  mendapatkan  berbagai  macam  sumber  yang  dibutuhkan  dalam  proses  penelitian.  Pencarian  sumber-sumber  ini  peneliti lakukan  dengan  mencari  sumber-sumber  dari  buku  maupun  sumber  sumber  tertulis  lainnya. Heuristik  sendiri  dibagi menjadi dua  yaitu:

a.       Primer  :  pengumpulan  sumber  sejarah  yang  dapat  berupa  arsip  maupun  dokumnen-dokumen  yang  ada  dan  menjelaskan  kejadian  di  masa  itu.  Dalam  pengumpulan  sumber  primer  ini  penulis  mendapatkan  sumber  tersebut  dari buku Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak.

b.      Sekunder :  pengumpulan  sumber  sejarah  yang  dituliskan  kembali.  Sumber  sekunder  ini  didapatkan  dari  mencari  buku-buku  yang  berhubungan  dengan judul  penelitian “PERAN KERAJAAN ARU DALAM PERANG PADRI DI TAPANULI”,  yakni;  Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak.



2.      Kritik  dan  analisis  sumber

Setelah  kegiatan  pencarian  dan  penemuan  sumber-sumber  berhasil  dilakukan, tahap  kedua  yang  dilakukan  oleh  peneliti  adalah  melakukan  penilaian  dan  mengkritisi sumber-sumber  yang  telah  ditemukan  tersebut  baik  dari  buku  maupun  sumber  tertulis  dan  relevan  lainnya.  Kritik  sumber  dibagi  menjadi  dua,  kritik  eksternal  merupakan  cara  pengujian  kebenaran  sumber  sejarah  dari  aspek-aspek  luar  sumber  tersebut  yang  digunakan.  Kemudian  kritik  internal  yaitu  pengujian  kebenaran  yang  dilakukan  terhadap  isi  dari  sumber  sejarah  tersebut. Pada  langkah  ini  peneliti  akan  menyaring  informasi  ataupun  data  yang  diperoleh  guna  mendapatkan  hasil  penelitian  yang  baik,  relevan  dan  valid.

Kaitannya  dengan  penelitian  ini, setelah  peneliti  menemukan  berbagai  sumber  yang  berhubungan  dengan Peran Kerajaan Aru Dalam Perang Padri Di Tapanuli,  peneliti  mencoba  menyaring  informasi-informasi   tersebut  dan  hanya  data-data  yang  relevan  dan  valid  saja  yang  menjadi  fakta  pilihan  peneliti  sebagai  sumber  dalam  penulisan  penelitian  ini.  Sehingga tidak  semua  sumber  atau  data  dapat  menjadi  bahan  rujukan  penulis.



3.      Interpretasi

Dalam  hal  ini peneliti  memberikan  penafsiran  terhadap  sumber-sumber  yang telah  dikumpulkan  selama  penelitian  berlangsung.  Kegiatan  interpretasi  ini  dilalkukan  dengan  jalan  menafsirkan  fakta  dan  data  dengan  konsep-konsep  dan  teori-teori  yang  telah  diteliti oleh  peneliti  sebelumnya.  Peneliti  juga  melakukan  pemberian  makna  terhadap  fakta  dan  data  yang  kemudian  disusun,  ditafsirkan,  dan  dihubngkan  satu  sama  lain.  Fakta  dan  data  yang  telah  diseleksi  dan  ditafsirkan  selanjutnya  dijadikan  pokok  pikiran  sebagai  kerangka  dasar  penyusun  penelitian  ini.





4.      Historiografi

Historiografi  adalah  usaha  untuk  mensintesiskan  data-data  dan  fakta-fakta sejarah  menjadi  suatu  kisah  yang  jelas  dalam  bentuk  lisan  maupun  tulisan.  Tahap  historiografi  yang  peneliti  lakukan  adalah  dalam  bentuk  tulisan  setelah  setelah  melewati  tahap  pengumpulan  dan  penafsiran  sumber-sumber  sejarah.  Fakta-fakta  yang peneliti  peroloeh  disajikan  menjadi  satu kesatuan  tulisan dalam  penelitian  yang  berjudul  PERAN KERAJAAN ARU DALAM PERANG PADRI DI TAPANULI 

H.    SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika  penulisan  dalam  penelitian  ini  adalah  sebagai  berikut:

Bab  I  adalah  pendahuluan  yang  meliputi  latar  belakang  masalah,  batasan  masalahrumusan  masalah,  tujuan  penelitian,  manfaat  penelitian,  kajian  pustaka,  metode  penelitian,  sistematika  penulisan.

Bab  II  Menjelaskan  tentang  perjuangan  Kerajaan Aru dalam perang Padri

Bab III  Menjelaskan  tentang  peranan  Sisingamangaraja XII                                            

Bab IV  Menjelaskan  tentang  betapa  pentingnya  peranan Kerajaan Aru dalam perang Padri

Bab  V  Merupakan  kesimpulan  yang  didapatkan  peneliti  dari  pembahasan  bab-bab  diatas




DAFTAR PUSTAKA





Hutauruk, M. 1987. Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak. Jakarta: Erlangga





[1] Hutauruk,M,1987,Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak,Jakarta:Erlangga hal 11-22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar