PERAN
KERAJAAN ARU DALAM PERANG PADRI DI TAPANULI
PROPOSAL
PENELITIAN
OLEH:
LAWRANCE
CLIFTON CIPTA PRAMASWARA
X
IPS 2
18
DINAS
PENDIDIKAN KABUPATEN SIDOARJO
SMA
NEGERI 1 SIDOARJO
2016
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kerajaan
Aru merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatra Utara sekarang. Kerajaan
yang kerap di panggil Kerajaan Haru ini disebutkan dalam Pararaton (1336) dalam
teks Jawa Pertengahan (terkenal dengan Sumpah Palapa). Sebaliknya tidak
tercatat lagi dalam Kakawin Nagarakretagama sebagai negara bawahan sebagaimana
tertulis dalam pupuh 13 paragraf 1 dan 2.
Sementara
itu dalam Suma Oriental disebutkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang
kuat Penguasa Terbesar di Sumatra yang
memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai
dikunjungi oleh kapal-kapal asing.[1]
Dalam
laporannya, Tome Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal kapal
laut Kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas lalu lintas
kapal-kapal yang melalui Selat Malaka pada masa itu.
Dalam
Sulalatus Salatin Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan
Malaka dan Pasai. Peninggalan arkeologi yang dihubungkan dengan Kerajaan Haru
telah ditemukan di Kota Cina dan Kota Rantang.
Lokasi
tepatnya dari pusat Kerajaan Haru menjadi perdebatan pada saat itu. Winstedt
meletakkan di wilayah Deli yang berdiri kemudian, namun ada pula yang
berpendapat bahwa Haru berpusat di muara Sungai Baramun (Padang Lawas) dan
Gilles menyatakan di dekat Delawan. Sementara itu ada juga yang menyatakan
lokasi Kerjaan Aru berada di muara Sungai Wampu (Teluk Haru atau Langkat).
Sebelum
ada kontak antara orang Batak dengan orang Aceh dan orang Jawa dari Majapahit,
Kerajaan Aru itu tidak dikenal oleh dunia luar. Majapahit yang pada saat itu
dipimpin oleh Patih Gajah Mada pun melebarkan sayapnya ke tanah seberang. Lakon
Wayang yang berujudul Bugisan dapat
menjadi gambaran masuknya Majapahit ke Sulawesi Selatan. Hal serupa tidak kita
jumpai mengenai penetrasi negara itu ke wilayah orang Batak yang hidup dalam
naungan dinasti Tuan Sori Mangaraja di kerajaan Aru atau Haru pada abad ke-14.
Pada waktu itu sebagian penduduknya sudah memeluk agama Islam dan yang sebagian
lagi masih memeluk agama bahari. Pada tahun 1365 tentara ekspedisi Majapahit
mengalahkan kerajaan Aru tetapi tidak menghancur-lenyapkannya.
Pada
saat itu bangkitlah Kesultanan Aceh yang mula-mula menaklukkan tanah Gayo dan
Alas, kemudian Pasai, terus ke Aru. Pada abad 16 dan 17 Kesultanan Aceh
berkuasa, baik di bagian timur, maupun bagian barat Pulau Sumatra, dari utara
sampai mendekati Bengkulu sekarang. Sultan Aceh yang terkemuka ialah Sultan
Iskandar Muda. Raja-raja di daerah-daerah yang dikuasai harus membayar upeti
kepada Sri Sultan Aceh.
Sebagai
pengganti Aru lahirlah kerajaan baru dalam pertempuran dinasti Tuan Singa
Mangaraja (ke-I) pada tahun 1511 di Bakara di tepi Danau Toba (Bokhara, suatu
tempat di Asia Tengah yang dikuasai oleh Kaisar China. Menurut Dr. Van Dijk
itulah tempat asal leluhur orang Batak). Sekalipun berpengaruh di tanah Karo,
simalungun, dan sebagian Tapanuli Utara tetapi tidak nampak benar kekuasaannya
di bidang politik, karena tiap marga praktis berdaulat. Patut disebutkan :
Singa Mangaraja ke-I pada abad ke-16 berperang melawan Sultan Aceh. Yang ke-X
melawan orang Padri dari bontang kolonialisme Belanda sampai gugur. Pengikutnya
yang sempat lari, terus melawan dalam kelompok dibawah tanah yang bernama
Parhudamdam, tetapi ditumpas habis habisan oleh penjajah. Salah seorang
panglimanya bernama Raja Mulia Naipospos, yang terus setia pada ajaran agama
lama sebagai “Parmalim”. Pengikutnya dibiarkan saja oleh Belanda sampai habis
lenyap pengaruhnya, ditelan era modernisasi. Ketika dikalangan Bangsa Batak
merajalela pertikaian antar huta dan antar marga,maka dikalangan bangsa
Minangkabau pun semula tidak ada persatuan. Diantara kerajaan yang menonjol
ialah Pagaruyung yang diperintah Raja Adityawarman dengan pengaruh dan kerja
sama dengan Majapahit. Suasananya menjadi hangat mendidih dengan kembalinya 3
orang haji dari tanah suci, tanah arab. Yang dimana mereka bertiga hendak
menegakkan ke-Islam-an yang semurni murninya secara keras dan cepat menurut
aliran Wahabi. Pemimpinnya Syarief,
kemudian bergelar Tuanku Imam Bonjol, karna bentengnya didirikan di kota
Bonjol. Pembaruan fanatik itu tidak bisa di terima oleh semua orang Minang.
Yang pro dan kontra tidak bisa disatukan. Dalam pertikaian antar saudara itu,
penjajah Belanda memancing dan berhasil. Perang Padri (dari nama kota Pedir)
berakhir tahun 1837 dengan penyerahan dari Imam Bonjol. Resminya pada tahun
1838, setelah Belanda berhasil menguasai seluruh tanah Minangkabau. Dengan
pangkat Gubernur, pemegang kuasa Belanda, bertahta di Padang.
B. BATASAN MASALAH
Pokok
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah peranan Kerajaan
Aru terhadap terjadinya perang Padri.
Mengenai
asal muasal terjadinya perang Padri di Tapanuli yang berhubungan dengan adanya
kerajaan Aru.
Batasan
temporal secara aklamasi adalah kondisi pada saat perang itu terjadi sangat
seram dan sangat menegangkan dan menakutkan, sedangkan batasan spasial dalam
proposal ini difokuskan kepada peran kerajaan Aru dalam perang Padri.
C. RUMUSAN MASALAH
Untuk memperjelas masalah
yang akan diteliti, penulis merumuskan
Permasalahan masalah berikut:
1. Bagimana
peranan kerjaan Aru dalam peperangan Padri pada masa itu?
D.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Peranan
kerajaan Aru dalam perang padri pada masa itu.
E.
MANFAAT
PENELITIAN
Sesuai
dengan tujuan dari
penelitian diharapkan penelitian
ini dapat menambah wawasan
pembaca dengan mengetahui
informasi-informasi yang terkandung
di dalamnya, selain
itu juga mengharagai
jasa pahlawan yang
telah gugur mendahului kita, dengan
mengenang usaha nya dalam mempertahankan keutuhan
Indonesia, khususnya di
wilayah Tapanuli.
F.
KAJIAN
PUSTAKA
Buku pertama
yang menjadi kajian
pustaka sebagai pendukung
dalam
Penelitian
ini adalah Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak. Dalam
buku ini peneliti
dapat memperoleh informasi-informasi seperti
tuduhan dari pihak
sekutu kepada bangsa
Indonesia. Buku ini
dapat digunakan sebagai
acuan dalam penulisan
perjuangan rakyat Indonesia
khususnya di daerah
Tapanuli tentang Peran Kerajaan Aru Dalam Perang Padri. Sedangkan untuk
mendapatkan
informamsi-informasi lainnya peneliti
menggunakan buku yang
berjudul Sejarah Ringkas Tapanuli
Suku Batak.
G. METODE PENELITIAN
1.
Heuristik
Heuristik adalah
kegiatan pencarian dan pengumpulan
sumber. Pencarian dan
pengumpulan sumber ini
merupakan tahapan awal
bagi penulis untuk
mendapatkan berbagai macam
sumber yang dibutuhkan
dalam proses penelitian.
Pencarian sumber-sumber ini
peneliti lakukan dengan mencari
sumber-sumber dari buku
maupun sumber sumber
tertulis lainnya. Heuristik sendiri
dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Primer
: pengumpulan sumber
sejarah yang dapat
berupa arsip maupun
dokumnen-dokumen yang ada
dan menjelaskan kejadian
di masa itu.
Dalam pengumpulan sumber
primer ini penulis
mendapatkan sumber tersebut
dari buku Sejarah Ringkas
Tapanuli Suku Batak.
b.
Sekunder :
pengumpulan sumber sejarah
yang dituliskan kembali.
Sumber sekunder ini
didapatkan dari mencari
buku-buku yang berhubungan
dengan judul penelitian “PERAN KERAJAAN ARU DALAM PERANG PADRI DI
TAPANULI”, yakni; Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak.
2.
Kritik
dan analisis sumber
Setelah
kegiatan pencarian dan
penemuan sumber-sumber berhasil
dilakukan, tahap kedua yang
dilakukan oleh peneliti
adalah melakukan penilaian
dan mengkritisi
sumber-sumber yang telah
ditemukan tersebut baik
dari buku maupun
sumber tertulis dan
relevan lainnya. Kritik
sumber dibagi menjadi
dua, kritik eksternal
merupakan cara pengujian
kebenaran sumber sejarah
dari aspek-aspek luar
sumber tersebut yang
digunakan. Kemudian kritik
internal yaitu pengujian
kebenaran yang dilakukan
terhadap isi dari
sumber sejarah tersebut. Pada langkah
ini peneliti akan
menyaring informasi ataupun
data yang diperoleh
guna mendapatkan hasil
penelitian yang baik,
relevan dan valid.
Kaitannya
dengan penelitian ini, setelah
peneliti menemukan berbagai
sumber yang berhubungan
dengan Peran Kerajaan Aru Dalam Perang Padri
Di Tapanuli, peneliti mencoba
menyaring
informasi-informasi tersebut dan
hanya data-data yang
relevan dan valid
saja yang menjadi
fakta pilihan peneliti
sebagai sumber dalam
penulisan penelitian ini.
Sehingga tidak semua sumber
atau data dapat
menjadi bahan rujukan
penulis.
3.
Interpretasi
Dalam
hal ini peneliti memberikan
penafsiran terhadap sumber-sumber
yang telah dikumpulkan selama
penelitian berlangsung. Kegiatan
interpretasi ini dilalkukan
dengan jalan menafsirkan
fakta dan data
dengan konsep-konsep dan
teori-teori yang telah
diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Peneliti juga melakukan
pemberian makna terhadap
fakta dan data
yang kemudian disusun,
ditafsirkan, dan dihubngkan
satu sama lain.
Fakta dan data
yang telah diseleksi
dan ditafsirkan selanjutnya
dijadikan pokok pikiran
sebagai kerangka dasar
penyusun penelitian ini.
4.
Historiografi
Historiografi
adalah usaha untuk
mensintesiskan data-data dan
fakta-fakta sejarah menjadi suatu
kisah yang jelas
dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Tahap
historiografi yang peneliti
lakukan adalah dalam
bentuk tulisan setelah setelah
melewati tahap pengumpulan
dan penafsiran sumber-sumber
sejarah. Fakta-fakta yang peneliti
peroloeh disajikan menjadi
satu kesatuan tulisan dalam penelitian
yang berjudul “PERAN KERAJAAN ARU DALAM PERANG PADRI DI TAPANULI”
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan
dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Bab I
adalah pendahuluan yang
meliputi latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian pustaka,
metode penelitian, sistematika
penulisan.
Bab II
Menjelaskan tentang perjuangan
Kerajaan Aru dalam perang Padri
Bab
III Menjelaskan tentang
peranan Sisingamangaraja XII
Bab
IV Menjelaskan tentang
betapa pentingnya peranan Kerajaan Aru dalam perang Padri
DAFTAR PUSTAKA
Hutauruk, M. 1987. Sejarah Ringkas Tapanuli Suku Batak. Jakarta:
Erlangga